Senin, 01 Juni 2009

Keadilan

diterbitkan ulang dari blogku yang kulikuidasi sendiri, untuk mengenang tragedi monas setahun yang lalu

Hiruk pikuk di TV akhir-akhir ini memaksaku merenungkan kembali makna keadilan ( hal yang muluk-muluk, bukan?). Meskipun kata adil dan turunannya muncul dua kali dalam dasar negara Pancasila, kata ini hampir tidak pernah melintas dalam hati dan fikiran kita kecuali saat kita mendapat perlakuan sebaliknya: perlakuan tidak adil.

Tapi justru dari sini kita memperoleh insight: mungkin benar bahwa prinsip-prinsip moral tidak lahir dari penalaran murni, tapi lahir dari kepraktisan pergaulan saja: karena saya tidak ingin diperlakukan tidak adil maka tidak bermoral jika saya berlaku tidak adil kepada yang-lain. Tentang hal ini Rabi Hillel, seorang ulama Yahudi Pra-Jesus (Isa Al masih), lebih dari 2000 tahun yang lalu telah menyampaikan kaidah emasnya: “ Jangan melakukan sesuatu kepada orang lain, apa yang engkau tidak ingin orang lain melakukannya kepadamu”.

Al Quran, sebagai kitab suci yang menurut saya menganut prinsip pragmatisme-pencapaian dalam menuju pencapaian-idealisme, telah membongkar salah satu hal yang menyebabkan kita berlaku tidak adil kepada yang-lain: kebencian (Dan janganlah kebencianmu pada suatu kaum menjadikanmu berbuat tidak adil kepada mereka. Berbuatlah adil, karena berbuat adil itu dekat dengan takwa). Namun demikian, Al Quran memahami bahwa kita sulit menghilangkan kebencian kita kepada yang-lain,oleh karena itu Al Quran secara pragmatis meminta kita untuk tidak membiarkannya menelusup ke bawah-sadar kita dan membuat kita berbuat tidak adil kepada yang-lain yang kita benci. Meskipun dari situ orang bisa membaca apa-yang-tidak-dikatakan dari idealisme Al Quran, bahwa kita bisa meningkatkan kemampuan berbuat adil jika kita bisa sedikit demi sedikit memupus kebencian pada yang-lain.

Tentang keadilan, salah satu petunjuk dapat kita peroleh dari kata-kata Jean Marais kepada Minke dalam Bumi Manusia: Berbuatlah adil sejak dari berfikir. Nah, apakah kita sudah berfikir secara adil tentang yang-lain?

Kali ini yang-lain yang hadir di depan kita adalah Ahmadiyah.