Kamis, 02 Desember 2010

Tuhan Memutuskan

Sesaat setelah bangun pagi, aku seperti biasa memasak air untuk membuat kopi. Sambil menunggu air mendidih aku mandi dan setelah itu baca-baca buku untuk mengisi waktu. Tetapi bunyi uap tercekik tak juga kudengar. Setelah kuperiksa, kudapati air masih dingin-dingin saja padahal api kompor menyala dengan baik. Oh, ternyata hari ini tuhan memutuskan bahwa api tidak panas lagi. Aku mematikan kompor dan pergi bekerja seperti biasa.

Jumat, 23 April 2010

Hari Kartini 2010

Pada Hari Kartini kemarin aku membuat sebuah status di FB yang lalu dikomentari oleh teman-temanku. Akan sangat sia-sia jika obrolan di sana tidak diabadikan dalam sebuah postingan.

SJ : Cara paling samar-samar dalam menindas perempuan dan karenanya paling berbahaya adalah dengan mengatakan bahwa emansipasi itu tidak boleh melanggar kodrat.

RA : Selamat hari Kartini...

NB : Asalkan jgn gara2 emansipasi...istri memandang sepele sama suami. Krn kata nabi " seandainya manusia boleh bersujud, maka istri wajib bersujud pada suaminya". Jgn jadikan emansipasi wanita jadi ajang lomba masuk neraka. Tapi kalo masalah tenaga, pikiran, hati, kecerdasan dan bakat... Wanita memang perkasa... ...

SJ : buat NB:
Memandang lebih rendah atau lebih tinggi itu sama buruknya, baik dilakukan oleh istri ke suami atau suami ke istri. Hadits yang sampeyan sampaikan itu bermacam-macam versinya dan dari segi kritik sanad statusnya beragam dari dhaif hingga hasan gharib, dan semuanya adalah hadits ahad. Di samping itu hadits tersebut matan (redaksi)nya sangat ganjil, dan layak mendapat kritik matan. Singkat kata, hadits tersebut bermasalah untuk dijadikan dasar hukum.

buat pak RA:
selamat hari emansipasi juga pak. salam.

MDM: Emansipasi= mengurangi kekuasaan laki2..

NB : astaghfirullah.. betul mas SJ... aku salah dan tidak berhati2 meriwayatkan hadist. mudah2an Allah mengampuniku... RALAT " Seandainya aku boleh menyuruh seseorang untuk bersujud kepada orang lain, maka aku akan perintahkan seorang istri untuk bersujud kepada suaminya' (HR. Abu Dawud, Al hakim dan attirmidzi menshahihkan). 
wuih hampir 2 jam aku berbuat dosa baru, maklum harus menjalankan tugas ibu menidurkan anak. jadi ralatnya terlambat. maaf ustadz SJ...

SJ : buat MDM: 
iya, memang emansipasi itu untuk mengurangi kekuasaan laki2, tujuan emansipsi itu kesetaraan termasuk dalam kekuasaan. 

buat NB:
udah belasan tahun nggak ketemu kok manggil aku mas, saru.

Mungkin engkau salah mengerti dengan yang kusampaikan dalam komentar sebelumnya. Coba dibaca lagi. Komentar sebelumnya menekankan bahwa Hadits yang engkau riwayatkan dan hadits2 yg serupa itu banyak versinya dan secara keseluruhan bermasalah dan ganjil. Bisa kutambahkan di sini. Walau bukan ukuran, hadits tersebut tidak diriwayatkan oleh Bukhari, dan bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan Bukhari yang mengatakan bahkan istri2 nabi biasa mendebat nabi hingga nabi marah sampai pagi. 

Ahli fikih yang sembrono dan tidak hati2 memang biasa menjadikan hadits yang engkau sampaikan itu untuk menjadi dasar penetapan hukum bahwa suami itu lebih berkuasa dari istri. Sementara ahli fikih yang serius akan berhati-hati menggunakannya karena persoalan hubungan istri dan suami itu sangat serius, jadi penetapan hukum tentang hal itu harus dengan dalil yang kokoh bukan dengan hadits bermasalah yang engkau sebut. wallahu a'lam.

MDM: @SJ, lho piye to ki, kekuasaanmu dikurangi kok malah seneng..
Tuing tuiiing..

NB : hehehe saru yaaa.... jadinya sorri deeeh....

ttg masalh di atas itu adalah hadist shahih .. dishahihkan pula oleh syeh albani. hal itu sudah bisa dijadikan hujjah. 

sedangkan ttg kaitannya dengan ahli2 fikih ... sebaiknya tidak usah dikaitkan karena akan menimbulkan pertentangan. ikuti saja sunnah nabi.

hadist diatas dimaksudkan bukan untuk mendiskriminasikan kaum perempuan. tetapi untuk menunjukkan bahwa istri harus tunduk kepada suami karena suami adalah pemimpin bagi istri . makanya kalau kita paham akan hadist maka tidak mengambil satu hadist saja untuk ditafsirkan tersendiri. karena masing2 saling bekelanjutan. 
"dari ibnu umar dia bercerita aku pernah mendengar rasulullah bersabda : masing2 kalian adalah pemimpin dan masing2 kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentnag kepemimpinannya. seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Seorang wanita juga pemimpin didalam rumah tangganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya, seorang pembantu juga pimpinan bagi harta majikannya dan bertanggungjawab atas kepemimpinannya. dan masing2 kalian adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas kepemimpinannya (muttafaqah 'alaih)

bahkan menurutku hadist dia atas menunjukkann betapa islam memuliakan perempuan , dengan menunjukkan batasan2 perempuan. wanita yang benar2 takut kepada Allah harus terus berusaha mentaati Allah, Rasul dan suaminya. dan hendaklah dia mencari keridhaan suami karena keridhaan itu merupakan surga dan nerakanya.
dan apabila wanita telah taat kepada suami ((selama tidak untuk bermaksiat kepada Allah ta'ala) Allah berfirman .."kemudian jika mereka mentaatimu, maka jnaganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya (QS. An_Nisaa" : 34)

SJ : buat MDM dan NB:
Ya, aku senang kalau aku tidak berkuasa atas istri, atau sebaliknya aku senang kalau istri tidak berkuasa atas diriku sebagai suami. Jika argumen istri memang lebih kuat, suami sudah wajar mengikutinya begitupun sebaliknya jika argumen suami lebih kuat sang istri sudah wajar mengikutinya. Hubungan suami istri tidak semestinya didasarkan pada kepatuhan, karena kepatuhan adalah hubungan budak dengan tuannya. Hubungan suami istri adalah hubungan yang setara dengan demikian aku menolak pendapat yang mengatakan istri harus patuh dan tunduk pada suami. Aku meyakini bahwa kesetaraan adalah ajaran agamaku, dan aku mengaggap bahwa faham kepatuhan istri kepada suami bukanlah ajaran agamaku, apalagi faham yang mengatakan bahwa istri harus mencari keridhaan suami untuk masuk surga. Itu jelas kutolak.

buat NB:
sudah kukatakan bahwa hadits yang anda gunakan itu banyak versinya dan status sanadnya beragam dari yang dha'if hingga hasan gharib. Walau ada satu versi disebut shahih oleh albani, harus dicatat bahwa hadits tersebut ahad. Lagipula albani pernah berpendapat bahwa kesahihan hadits saja tidak cukup. Hadits disebut shahih itu jika ditinjau dari sanadnya saja. Albani sendiri mengatakan di samping kritik sanad, hadits juga harus ditinjau dari segi matan. 

pernyataan ikuti saja hadits nabi dan Al Quran sepintas bagus tapi juga bermasalah karena hadits dan ayat harus ditafsirkan, ditinjau dengan hadits dan ayat lain, direnungkan kembali, hasilnya adalah penafsiran, hasilnya adalah fikih. Setiap pemahaman atas quran dan hadits adalah pemahaman, bisa keliru bisa benar.

wallahu a'lam.

AMF: hoooo... syaekhona SJ.. makasih atas tausiyahnya...

NB : Sudah jelas faham qt berbeda. Dan itu sy hormati. Jazakallah.

SJ : Ya, toh (pemahaman) islam itu warna warni. Semoga allah membalas kebaikanmu juga.

SJ : Lha, AMF, sampeyan harusnya yang menjelaskan lebih dalam dan jauh. Aku kan santrimu.

PP : entah kenapa gwa geregetan tiap liat status maz SJ dikomengin ama mas... sapa namamu? MDM? itu lah pokoke. 

coba sampean ke psikiater, mas. keknya sampean kenak gangguan kejiwaan yang namanya megalomaniak. ndak semua laki2 seneng menguasai perempuan, karena penguasaan itu cuma melahirkan ketertindasan dan ketertindasan melahirkan perlawanan. ndak asik idup barengan sama orang tertindas. ndak bisa diajak mikir bareng, ndak bisa diajak bersenang2 bareng. 

gwa ndak tau luka kejiwaan apa yg pernah lu alami waktu kecil, entah ngeliat ortu yg KDRT, atau lingkunganmu pernah meng-abuse mu secara seksual, tapi sepertinya kamu perlu buka mata lebih lebar dan hati lebih luas buat nerima kalo KAMU NGGAK TINGGAL DI ARAB.

Senin, 29 Maret 2010

... ergo sum (2)

corrupto ergo sum

Selasa, 09 Maret 2010

Melanggar Kebebasan Beragama

Sore kemarin aku bermaksud menonton ‘The Diving Bell and The Buterrfly’ di Gereja Kristen Indonesia di Jalan Maulana Yusuf. Sampai di sana aku diberi tahu bahwa seminggu sebelumnya sudah diumumkan bahwa acara nonton untuk sore itu dibatalkan karena akan diadakan diskusi. Pikir-pikir, belum pernah aku berdiskusi di gereja, jadi ikutlah aku dalam diskusi tanpa tahu apa temanya. Apalagi katanya dapat makanan. Siangnya aku sudah dapat snack gratis dari teman yang seminar, jadi jika sore harinya aku dapat makan petang gratis juga aku merasa diberkati deret geometris.

Diskusi sore itu akan mendengarkan dan mengulas laporan dari Instititue for Cultural and Religion Studies (INCReS) yang dibawakan oleh koordinatornya Din Din Abdullah Ghazali tentang pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan tindakan intoleransi di Jawa Barat pada tahun 2009. Salah satu pengulasnya adalah Muhammad Guntur Romli, aktivis yang satu setengah tahun lalu menjadi korban pengeroyokan saat Insiden Monas hingga menderita parah dan harus dirawat beberapa hari di rumah sakit. Tentu saja di sela-sela makan sore sebelum diskusi dilaksanakan aku mencoba mengobrol ringan dengan mas Guntur Romli. Salah satu informasi yang kuterima dari beliau adalah bahwa pemikir Islam yang sangat brilian Khaled Abu El Fadl saat ini psedang sakit. Aku sedih mendengarnya. Informasi lain adalah bahwa beliau sekarang aktif dalam Komunitas Salihara, dan membeberkan beberapa kegiatan di sana yang mungkin menarik untuk diikuti.

Ada banyak hal dibahas dalam diskusi sore hingga malam itu, banyak hal menarik pula. Tapi dalam kesempatan ini aku ingin menyampaikan sedikit saja pikiranku yang kulemparkan dalam forum tersebut. Mumpung temanya adalah pelanggaran kebebasan beragama, aku bertanya bukankah sebenarnya kita semua yang telah melakukan pelanggaran kebebasan beragama. Faktanya adalah kita para orang tua merasa punya hak untuk mengajar anak-anak kita agama yang kita anut, kita mengindoktrinasi mereka justru ketika mereka lemah dan tergantung kepada kita baik secara finansial, emosional, maupun pemikiran. 

Tentu pertanyaanku mendapat tanggapan dari para ahli yang sedang memimpin diskusi pada saat itu. Tapi sekarang aku tidak punya waktu untuk menceritakannya. Aku sudah mengantuk dan ingin tidur sambil sebentar ingin memikirkan ulang pertanyaanku tersebut.

Rabu, 03 Maret 2010

Kematian dalam tiga status

Sang maut mengingatkanku, kita sudah lama tidak bertemu. Dengan kematian, rindu menjadi mungkin. 

Untung ada kematian, kalau tidak maka kesedihan dan kegembiraanku tidak akan bisa kumaknai.
Mungkin hidup ini tidak bermakna, tapi adanya kematian membuat kita bisa memberinya makna.

Dengan tidak adanya kematian, kehidupan abadi di akhirat pasti tidak bermakna dan pasti tidak bisa diberi makna.

Jumat, 05 Februari 2010

Mengenang Gus Dur 3 (40 hari sudah)

Dalam sebuah bukunya Anthony de Mello bekisah.

Pada suatu ketika Sang Guru sedang bermain kartu dengan murid-muridnya.
Di tengah keasikan bermain kartu, Sang Guru bertanya, "Kalau aku mati di tengah permainan ini, apa yang akan kalian lakukan?"
Karena murid-muridnya terdiam dengan pertanyaan tersebut, Sang Guru menjawab sendiri, "Kalau aku mati di tengah permainan, bawa mayatku keluar ruangan dan teruskan permainan kalian."

Gus, apakah aku sudah mengubur separuh bunga kamboja ini dan meneruskan permainan kembali?

Minggu, 31 Januari 2010

Kembang Api dan Kopi

Mbah Surip, saat engkau berpulang kukatakan bahwa kehidupanmu mengingatkanku akan kembang api, sekejap gemerlap di angkasa lalu mati.

Kini saat ngopi aku teringat engkau lagi, apa yang bisa membunuhmu adalah satu-satunya hal yang membuatmu tetap hidup. Kopi malam ini kok nikmat sekali, ya?

Kamis, 28 Januari 2010

... ergo sum

Erecto ergo sum

Senin, 25 Januari 2010

Sabar

Seorang kawan bertanya, "Apa yang dimaksud dengan sabar?"
Kujawab, "Sabar itu tetap berusaha terang ketika dunia luar mengajak kita ke kegelapan hati."
Dia menimpali," Wah itu sulit dilakukan, cuma mudah diomongkan."
Kujawab," O lha iya. Kalau mudah semua orang akan menjadi mistikus."

Sabtu, 23 Januari 2010

Fiksi

Madfal minggu kemarin mengangkat obrolan tentang Umberto Eco. Dalam kesempatan tersebut aku mencoba menghubungkan keterkaitan antara satu aspek dalam buku darasnya dengan satu aspek dalam novel-novelnya.

Eco dikenal sebagai pakar semiotika, tentu di samping bidang-bidang yang lain. Dalam sebuah kesempatan Eco pernah bilang bahwa semiotika adalah disiplin yang mempelajari apa saja yang bisa digunakan untuk berdusta. Namun beliau menambahkan bahwa apa yang bisa digunakan untuk berdusta juga bisa digunakan untuk menyatakan kebenaran. Kalimat terakhir ini mengingatkanku pada pernyataan Karl Popper bahwa suatu pengetahuan bisa disebut ilmiah jika bisa dinyatakan salah. Tentu kedua pernyataan tersebut tidak paralel-paralel amat. Tapi keduanya menyiratkan satu hal bahwa pengetahuan manusia bersifat fiktif adanya, bahkan pengetahuan saintifik sekalipun tidak bisa lepas dari sifat kefiktifan.

Kefiktifan pengetahuan manusia inilah yang merupakan salah satu aspek yang ditunjukkan Eco dalam novel-novelnya. Dalam The Name of The Rose, sang detektif William mencoba memecahkan kasus pembunuhan berantai di mana setiap terjadi pembunuhan dia mencoba melakukan penyimpulan-penyimpulan. Dia akhir cerita, William mengakui bahwa akhirnya semua penyimpulan tersebut terbukti salah. Sementara itu dalam novel Baudolino sang tokoh adalah seorang pencerita yang nampaknya mencampuradukkan fakta dan fiksi yang dia sendiri lama-lama percaya dengan fiksi yang dibuatnya sendiri. Baudolino telah sukses mewakili kita sebagai manusia-manusia yang menciptakan fiksi.

Dalam kefiktifan tersebut manusia bertukar pengetahuan dan tak bisa melepaskan diri dan harus selalu waspada dengan kedustaan. Apalagi di zaman sekarang di mana media tidak hanya memberi informasi tapi juga melakukan disinformasi. Di luar sana banyak orang yang entah dengan sadar atau tidak sadar mencoba membentuk, mempersuasi dan kadang bahkan memaksakan penafsirannya terhadap realitas. Tentu kita ingat kata Edward Said, Realitas tidak hadir begitu saja tapi dihadirkan.

Namun demikian, kefiktifan pengetahuan manusia adalah sebuah kutukan. Walau berisiko untuk berdusta dan didustai, manusia tidak punya jalan lain dalam mengetahui kecuali harus dengan berfiksi-ria. Kita selamanya tidak pernah bisa mengetahui realitas sejati, pengetahuan kita tentang realitas adalah sebuah fiksi yang, dengan bantuan orang lain, kita ciptakan sebagai representasi realitas. Sampai di sini kita harus mengakui benar adanya jika dikatakan bahwa filsafat belum beranjak lebih jauh dari pemikiran Kant.

Selasa, 12 Januari 2010

Mengenang Gus Dur 2

Satu Gus Dur, satu kelakar dalam dua versi

Mengapa terjadi gempa di Bantul? tanya Gus Dur. Dijawab sendiri oleh Gus Dur, karena Ratu Kidul dipaksa memakai jilbab. Dalam kesempatan lain beliau memberikan jawaban lain, gempa Bantul terjadi karena Ratu Kidul dilarang memakai jilbab.

 Walau banyak yang mengatakan berjilbab merupakan kewajiban agama bagi para muslimah, ada juga ulama yang mengatakan bahwa jilbab bukan kewajiban agama, misalnya mantan qadhi Mesir yang bernama Al Asymawi.

Kita dapati di masa lalu terjadi pelarangan terhadap pemakaian jilbab. Sekarang ini keadaan berbalik, banyak instansi yang mewajibkannya, beberapa pemda misalnya, juga sekolah-sekolah di suatu propinsi walau hanya wajib untuk hari jumat saja.

Dua versi kelakar di atas menunjukkan hanya ada satu Gus Dur, beliau tidak suka dengan pemaksaan dan pelarangan untuk hal-hal semacam ini.

Lagi ngapain di sana, Gus?