Selasa, 17 Februari 2009

Ada-di sana-menuju-kematian

terprovokasi oleh Heidegger

Aku ada di dunia ini. Kusadari adaku. Kusadari pula bahwa adaku adalah bukan mauku, aku tidak pernah ditanya apakah aku bersedia diadakan di dunia ini. Selalu ada tanya, apakah aku mesti menghidupi adaku yang bukan mauku. Di ujung adaku, maut akan menebasku. Banyak orang mencoba melawan maut, namun setahuku belum ada yang berhasil. Aku sadari aku pasti mati, walau kadang aku mengingkarinya. Yang lebih banyak adalah dengan melupakannya. Namun maut selalu menolak untuk diabaikan, ia sering hadir di saat orgasmeku, atau di saat lemak mencair dalam mulutku, atau ketika punggungku nyaman menyandar di kasur-kapasku. Pokoknya ia sering menjadi bayangan gelap di saat momen-terang-menyenangkanku.

Memang, kesenangan. Aku takut mati karena ia akan memupus segala kesenanganku. Segala kesenangan yang pernah dan mungkin akan kuperoleh. Maut akan memupus kesenanganku berkelamin, maut akan menghentikanku menikmati pecel Madiun, maut juga akan menghapus gunung dan lautan dari diriku. Pokoknya maut akan menutup semua jalur inderaku yang merupakan gerbang-kesenanganku.

Ya, aku takut mati, aku menggigil di hadapannya. Tapi siapa yang tidak? Ia pasti datangnya, walau tak pasti kapannya. Karena tak pasti itulah aku semakin takut mati. Ia seakan kawan seiring, selalu menguntit adaku, dan setiap saat bisa menelanku. Saat kelewangnya berkelebat dan leher keberadaanku putus, kesenanganku berguling jatuh ke tanah seketika itu juga.

Itulah mengapa, kredo pertama sebelum segala kredo yang lain adalah: aku hanya ingin senang. Betapa sering aku dibuat jengkel ketika gangguan datang di saat aku sedang menikmati kesenanganku. Kata hatiku, dan mungkin juga kata hatimu: ”Jangan menginterupsi kesenanganku, karena setiap saat maut bisa menginterupsi adaku. Biarlah saat ini menjadi abadi. Biarlah setiap detikku adalah kesenangan.”

Wahai diriku, mari berhedon-hedon.

Minggu, 15 Februari 2009

Korban NII: Docile and utilized men

Kasus NII itu menarik. Kelompok ini berkedok tindakan makar, yakni bercita-cita membangun negara sebagai pengganti NKRI, tapi sebenarnya hanyalah menggunakan cita-cita tersebut sebagai bahan cuci otak anggotanya agar bisa diperas dan dikuras hartanya.

Hal ini mengingatkan kita pada istilah "docile and utilized men", orang-orang yang otaknya sudah ditundukkan dan kemudian bisa digunakan, untuk apa saja kemauan si pencuci otak. Para korban NII ini mirip dengan pelaku bom bunuh diri, yang umumnya diiming-imingi kemartiran, yang rela melakukan kegilaan demi tujuan mentor2nya.

Yang aneh adalah, sebagai tindakan makar, NII kok tidak dihantam oleh aparat dengan tangan besi. Di TV sesekali ditunjukkan juga sih beberapa bupati dan birokrat NII yang diadili, tapi sepertinya tidak tuntas, dalam bahasa aparat: sampai ke akar2nya. Mungkinkah ini karena menurut aparat mereka hanya pura2 makar, dan hanya merupakan kasus penipuan belaka? Sebagaimana kasus penipuan investasi bodong yang selalu berulang di negeri ini?

Akhirnya aku juga berfikir. Apakah aku juga tidak telah dicuci otak oleh invisible hand lain yang membuatku ditundukkan dan tanpa sadar menjalankan misi2 mereka?

Kamis, 12 Februari 2009

meminjam tangan MUI untuk memukul NII

dalam fesbuk-nya, seorang kawan mengajak kesertaan dalam aksi untuk meminta MUI mengeluarkan fatwa tentang kesesatan NII KW 9, berikut komentarku di sana:

ndak setuju, dab.
aku paling ndak setuju menyatakan suatu aliran itu sesat,
kalau ada yang kriminal, bawa aja ke pengadilan, lebih elegan

apalagi memaksa MUI mengeluarkan fatwa,
aku ndak setuju.

setelah banyak orang otaknya kacau
(yakni meminta MUI mengeluarkan fatwa haramnya golput,
juga haramnya rokok,
dirimu tahu kan, ke ulama itu kita hanya bisa meminta fatwa apa hukumnya ini dan itu, bukan memintanya mengeluarkan fatwa haram)
tak perlu lagi ada tambahan orang kacau

bukan berarti aku tidak bersimpati dengan korban NII,
bawa aja ke pengadilan, dab...

ulang tahun Darwin yang ke-200

Dua ratus tahun yang lalu bocah itu lahir dan 50 tahun kemudian bikin geger dunia dengan bukunya The Origin. Untuk memperingati 200 tahun kelahiran Darwin, saya ingin berbagi serba sedikit tentang teori evolusi a la Darwin.


Menurut Ernst Mayr, sesungguhnya teori Darwin itu tidak tunggal, tapi terdiri dari 5 teori yang tergabung dalam sebuah paradigma. Kelima teori itu adalah: bahwa makhluk hidup bisa berubah, perubahan itu terjadi secara gradual, seleksi alamiah berperan dalam perubahan itu, dari perubahan itu bisa muncul spesies baru dari spesies yang ada, dan oleh karenanya semua makhluk hidup memiliki kekerabatan dan berasal dari leluhur yang sama.

Tidak semua teori dari kelima teori tersebut langsung diterima oleh komunitas ilmiah, hanya dua yang segera mendapat penerimaan, yakni bahwa makhluk hidup bisa berubah (berevolusi) dan kesamaan leluhur dari semua makhluk hidup. Tiga teori yang lain yakni gradualisme, multiplikasi spesies dan seleksi alamiah masih digantung. Bahkan seleksi alamiah tidak mendapat perhatian sama sekali.


Penemuan kembali karya Mendel melahirkan ilmu genetika, para ahlinya segera saja menolak seleksi alamiah dan menolak gradualisme. Mereka mengajukan gantinya, yakni bahwa spesies muncul dari lompatan tiba-tiba akibat mutasi genetik. Akibatnya, seleksi alamiah berada di titik nadir. Namun itu tidak lama. Beberapa ahli genetika yang dibantu oleh ahli statistik Ronald Fisher menunjukkan bahwa gen dengan sedikit keunggulan selektif bisa menyebar ke dalam genotip populasi, akibatnya tidak diperlukan sebuah loncatan evolusi. Evolusi terjadi secara gradual, dan loncatan evolusi ditolak. Puncaknya adalah tahun 1947, tahun dimana akhirnya para ahli menerima evolusi terjadi secara gradual, bahwa spesies muncul dari spesies lain melalui seleksi alamiah.


Dan akhirnya, perkembangan biologi molekular semakin melengkapi teori evolusi Darwin. Dunia sedang menunggu, revolusi apalagi yang akan terjadi dalam biologi.


Sumber: Ernst Mayr, What Makes Biology Unique,Cambridge University Press, 2004

Selasa, 10 Februari 2009

Panggil aku, Jack Separo

Satu dua kawanku memanggilku jack, dan kaki kiriku cuma separo (bahkan kurang!!!). Jadi baiklah, ini menjadi tanda hadirku di jagad yang dibangun dari sistem biner ini. Tentu saja semua orang tahu bahwa nama ini memba-memba nahkoda-kapal-bajak-laut (“lanun yang paling teruk”) Jack Sparrow. Dia yang mati-matian mengejar keabadian, tapi demi kawan, rela juga melepas kesempatan itu.

Dalam adegan terakhir Pirates of Carribean- At World’s End ditampilkan Jack Sparrow yang sedang mengamati sebuah peta yang menunjuk posisi dari aqua de vida. Konon dari air kehidupan (arab: maul hayat) inilah, Bagindha Kilir (Nabi Khidlir) mendapatkan umur panjang sehingga mampu melintasi milenia demi milenia, menjadi pembimbing spiritualitas hampir di semua era, hingga konon sempat membimbing Musa, menghadiri pemakaman Muhammad dan juga berjumpa dengan Ibnu ‘Arabi.

Aku teringat bahwa dalam tradisi Jawa air kehidupan ini memiliki padanannya, yakni tirta perwita. Namun alih-alih keabadian, orang yang mereguknya akan mendapatkan kesejatian diri. Kisah pewayangan yang terkenal dalam tema ini tentu saja adalah kisah Bratasena yang diminta gurunya Resi Durna untuk mencari kayugung susuhing angin tirta perwita sari yang mengantarnya pada perjumpaan dengan Dewa Ruci yang tidak lain adalah diri-pribadinya sendiri. Hanya kepada Dewa Ruci yang berbentuk Bratasena-mini inilah, Bratasena berbicara dengan bahasa krama inggil, sementara kepada segenap isi dunia ia memili menggunakan bahasa ngoko yang egaliter.

Memba-memba Jack Sparrow? Juga Bima Suci? Muluk-muluk kiranya. Tapi aku adalah manusia, yang mungkin selalu terganggu dengan kefanaanya sehingga menyukai tema-tema keabadian, dan yang selalu berlumur ketidakmurnian sehingga menyukai tema-tema kesejatian diri.

Sampai-sampai terkadang lupa bahwa manusia hanyalah “Ada-di-sana-menuju-kematian”.